Kusam lirik waktu senandungkan kidung hampa
Seperti longgokan benda mati yang tak lagi memiliki mimpi
Hilang dari ruang peradaban yang masih mengajarkan tentang kisah kehidupan
Mengapa aku begitu sulit untuk menemukan jejak-jejak hari yang dulu kuhiasi dalam senyum pengharapan
Namun kini yang tersisa hanya sebalut luka yang tak juga hilang
Masih lagi ku ingat ketika jemari kecil itu menyentuhku
Ketika ku terjerembab dalam kubangan kotor yang ku sebut sepi
Senyumnya begitu indah
Laksana kilau lazuardi yang memerah saga
Aku masih lagi ingat
Ketika jemari kecil itu menyentuhku saat kumenangisi kesendirian
Tapi seketika itu resah hadir menyeruak
Kala bayangnya menghilang dalam satu lambaian senja
Yang akhirnya hanya menyisakan gelap
Sendiri..
Sepi..
Kamis, 26 Mei 2011
Jumat, 18 Februari 2011
.:. Serpihan Kenangan Pada Senja .:.
Pelataran hari masih lagi berkabut.
Tak ada cahaya..
Atau sinar enggan pancarkan sinarnya pada samar bayangan.
Jejak-jejak waktu masih lagi bertapak.
Masih lagi sama..
Biarpun warnanya tak tampak indah termakan usia.
Ku balut raga sepiku dalam dekap lutut kali yang enggan beranjak pergi.
Masih lagi tenang bertemankan kesendirian.
Walau wajah-wajah harapan yang masih lagi mungil itu telah menggapai tawarkan tangan dan senyuman yang menenangkan laksana candu.
Tapi entah mengapa aku masih lagi enggan lepaskan kuas asa yang tak lagi bertinta.
Dan membiarkan kanvas itu menghitam dalam sketsa yang tak terlukis.
Begitu dinginkah masa lalu.
Atau aku yang masih enggan berkawan dengan masa depan.
Ku akhirnya melangkah pergi.
Membawa sekeping senja yang selalu saja enggan ku tinggalkan.
Tak ada cahaya..
Atau sinar enggan pancarkan sinarnya pada samar bayangan.
Jejak-jejak waktu masih lagi bertapak.
Masih lagi sama..
Biarpun warnanya tak tampak indah termakan usia.
Ku balut raga sepiku dalam dekap lutut kali yang enggan beranjak pergi.
Masih lagi tenang bertemankan kesendirian.
Walau wajah-wajah harapan yang masih lagi mungil itu telah menggapai tawarkan tangan dan senyuman yang menenangkan laksana candu.
Tapi entah mengapa aku masih lagi enggan lepaskan kuas asa yang tak lagi bertinta.
Dan membiarkan kanvas itu menghitam dalam sketsa yang tak terlukis.
Begitu dinginkah masa lalu.
Atau aku yang masih enggan berkawan dengan masa depan.
Ku akhirnya melangkah pergi.
Membawa sekeping senja yang selalu saja enggan ku tinggalkan.
Langganan:
Komentar (Atom)