Diantara pelataran waktu yang memekat gelap
Jalanlah kucing hitam melalui lorong-lorong hitam
Menjelajah kelam dalam carut marut gelap
Mengendus wajah-wajah tanpa dosa yang berceceran tak beraturan
Memungkinkan mata
Tanpa warna
Tanpa rasa
Tanpa pengecualian
Hanya terdiam..
Masih meraba sepi tentang pencarian asa yang terburai malam
Tinggalkan seonggok pilu tatap tatap nanar sang kucing hitam
Dan lirik sinar rembulan menebak ujung jalan
Mencari jejak langkah yang masih tersisa
Lelah mungkin serasa perkosa pemikiran liar
Kembali pada titik untuk merajut kebisingan
Hingga terkapar dalam usai asa yang gersang
Lalu hentian mana yang perlu disinggahi
Bukankah aku dengan tanpa sadar
Mempengaruhi semua karya di luar cerita-cerita mereka
Yang terbenam menghilang bersama mimpi-mimpi yang menguap
Bahkan serasa menguap tak terarah
Dan membabi buta menyanyat warna malam
Hingga yang tersisa hanya letih
Kalbu yang masih lagi menanti
Bukan saja sang elok cahaya malu untuk berhitung kembali dalam beberapa detik terselimut beribu cahaya
Lalu haruskah kita hentikan menjadi sebuah pembenaran malam
Menanti ujung dari angan tanpa harap hias terjurat
Menjerat mimpi seperti gemerisik udara
Tidakkah penari-penari langit telah tertidur
Hampa tanpa sisa
Hingga tiada lagi suara yang terdengar
menuangkan hangat dalam cairan hitam pekat secara halus wangi itu terbaca
Sudahi langkah yg membata surat-surat malam
Hingga jeda waktu tak mampu menjabarkan resah langit yang muram
Tidak !
Begitu bulan kan sedikit saja tersenyum kepada mentari mengintip di balik bumi
Lalu apakah senyum itu akan bertahan dalam catatan langit
Atau hanya akan menghilang bersama gelombang pasang
Bukankah itu tanyamu
Melebihi binatang malam bersuara lantang
Mengarah kata makna akan bercumbu kembali gelap
Dan akhirnya
Inilah kisah malam dalam langkah kecil sang kucing hitam.